Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif merupakan alat untuk mengukur dan memantau sejauh mana tingkat inklusivitas pembangunan Indonesia baik pada level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia melalui aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan. Angka indeks terdiri dari 3 Pilar dan 8 Sub-pilar serta 21 indikator pembentuk indeks pembangunan ekonomi inklusif.
SUB-PILAR 1.1: PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu syarat mutlak sebuah pembangunan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi ataupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari di masyarakat.
Indikator:
Pertumbuhan PDRB riil per kapita
Konsep dan Definisi
Pertumbuhan PDB/PDRB riil per kapita merupakan suatu ukuran pertumbuhan ekonomi
individu secara rata-rata di suatu wilayah. Semakin tinggi sebuah pertumbuhan ekonomi,
semakin baik kesejahteraan individu.
Angka tersebut didapatkan dari nilai PDB/PDRB atas dasar harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu untuk menunjukkan
nilai PDB/PDRB per satu orang penduduk secara riil (terkoreksi dengan angka inflasi) yang dinyatakan dalam persen.
Metode Perhitungan
dimana:
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip101
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Nilai PDB/PDRB yang diambil adalah angka PDB/PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2010 secara tahunan. Satuan PDB/PDRB dan PDB/PDRB per kapita adalah dalam Rupiah.
Jumlah penduduk adalah angka proyeksi jumlah penduduk di tahun periode penghitungan.
Angka pertumbuhan PDB/PDRB riil per kapita adalah dalam persen.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Share manufaktur terhadap PDRB
Konsep dan Definisi
Share (besaran) sektor manufaktur terhadap PDB/PDRB adalah persentase porsi sektor manufaktur terhadap keseluruhan PDB/PDRB.
Industri Manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang terkait dengan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi; dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya; dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling).
Metode Perhitungan
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip102
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Nilai PDB/PDRB Industri Pengolahan diambil dari rincian PDB/PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku secara tahunan dalam milyar rupiah. Total PDB/PDRB adalah PDB/PDRB atas dasar harga berlaku dalam milyar rupiah.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Rasio Kredit Perbankan terhadap PDRB Nominal
Konsep dan Definisi
Rasio kredit perbankan terhadap PDB/PDRB dihitung dari total kredit terhadap total PDRB yang menunjukkan perbandingan antara total pemberian kredit terhadap produktivitas ekonomi.
Rasio tersebut menilai seberapa besar angka pinjaman (kredit) atas total produksi di sebuah perekonomian.
Metode Perhitungan
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip103
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Total kredit adalah jumlah penyediaan uang yang disepakati untuk keperluan pinjam-meminjam (kredit) yang tercatat di bank dalam Rupiah. Total PDB/PDRB adalah PDB/PDRB atas dasar harga berlaku dalam Rupiah.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 1.2: KESEMPATAN KERJA
Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian tidak lepas dari demografi ketenagakerjaan di suatu wilayah. Semakin luas kesempatan kerja suatu wilayah, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi akan semakin meningkat. Kesempatan kerja yang luas secara langsung meningkatkan tingkat produktivitas dan berpengaruh pada tingkat pembangunan ekonomi.
Indikator:
Tingkat kesempatan kerja
Konsep dan Definisi
Tingkat kesempatan kerja (TKK) menggambarkan peluang seorang individu yang termasuk dalam angkatan kerja untuk bisa terserap dalam pasar kerja atau dapat bekerja.
Semakin besar angka TKK, semakin baik pula kondisi ketenagakerjaan dalam suatu wilayah.
Metode Perhitungan
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip104
Sumber Data
Badan Pusat Statistik. Diambil dari Sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional)
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Penduduk bekerja adalah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (>15 tahun) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran. Tingkat kesempatan kerja dapat juga dihitung dengan 1 dikurangi persentase pengangguran terbuka.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Penduduk Bekerja Penuh
Konsep dan Definisi
Penduduk bekerja penuh adalah pekerja yang jumlah jam kerjanya dalam
seminggu adalah lebih dari atau sama dengan 35 jam (≥35 jam). Pekerja penuh
menunjukkan pekerjaan yang relatif lebih stabil serta memberikan paket
tunjangan yang lebih baik bagi individu. Maka dengan jumlah jam kerja penuh,
seseorang relatif lebih dapat menjamin penghidupannya untuk menjadi
sejahtera. Penduduk dengan jam kerja ≥35 jam juga sering disebut dengan
istilah pekerja formal.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip105
Sumber Data
Badan Pusat Statistik
Diambil dari Sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional)
Data diperbaharui/diambil pada April 2018
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Penduduk bekerja ≥ 35 jam per minggu didapatkan dari Sakernas.
Penduduk bekerja seluruhnya adalah total penduduk bekerja dengan berbagai
jumlah jam kerja.
Jumlah penduduk bekerja dengan kategori jam kerjanya tersedia dari
Sakernas.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011-
2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Tenaga Kerja dengan Tingkat Pendidikan Menengah ke Atas
Konsep dan Definisi
Tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke atas secara umum
menunjukkan kualitas pekerja yang relatif lebih baik. Pekerja dengan tingkat
pendidikan lebih tinggi memastikan jenis pekerjaan yang lebih profesional.
Tingkat tenaga kerja yang berkualitas membuat tingkat inklusivitas ekonomi
yang lebih tinggi, karena artinya akses dan kesempatan lebih bisa terserap oleh
berbagai lapisan masyarakat.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip106
Sumber Data
Badan Pusat Statistik
Diambil dari Sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional)
Data diperbaharui/diambil pada April 2018
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Penduduk bekerja dengan tingkat pendidikan terakhir menengah ke atas
didapatkan dari Sakernas. Tingkat pendidikan menengah ke atas adalah
penduduk bekerja dengan ijazah terakhir SMA/SMK/MA/Sederajat atau lebih
tinggi.
Penduduk bekerja seluruhnya adalah total penduduk bekerja dengan berbagai
jumlah jam kerja.
Jumlah penduduk bekerja dengan kategori pendidikan tersedia dari Sakernas.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011-
2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 1.3: INFRASTRUKTUR EKONOMI
Infrastruktur ekonomi mengukur seberapa jauh pertumbuhan ekonomi sudah dapat diakses masyarakat luas. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya berpaku pada tingginya angka pendapatan, namun juga perlu memperhatikan infrastruktur sebagai daya dukung untuk memperlancar pencapaian target pertumbuhan. Infrastruktur yang dimaksud adalah perangkat dukungan yang dapat memperluas akses bagi masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari tingginya pertumbuhan ekonomi.
Indikator:
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik/PLN
Konsep dan Definisi
Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik/PLN adalah persentase rumah tangga yang di rumahnya sudah tersedia jaringan atau dapat mengakses listrik/PLN terhadap total rumah tangga secara keseluruhan. Istilah lainnya disebut juga sebagai tingkat elektrifikasi. Tingkat elektrifikasi ini menggambarkan perluasan akses dan manfaat ekonomi karena pembangunan ekonomi dimulai dengan ketersediaan infrastruktur listrik.
Aktivitas ekonomi berjalan cepat jika ketersediaan listrik sudah merata untuk semua masyarakat.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip107
Sumber Data
Badan Pusat Statistik. Diambil dari Sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional)
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Rumah tangga dengan akses listrik/PLN adalah rumah tangga yang sumber penerangannya berasal dari listrik PLN.
Data diolah dari Susenas.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Penduduk yang Memiliki Telepon Genggam
Konsep dan Definisi
Persentase penduduk yang memiliki telepon genggam adalah persentase penduduk yang memiliki atau menguasai telepon seluler. Indikator ini menunjukkan kecakapan individu dalam menggunakan telepon seluler atau perangkat telekomunikasi elektronik.
Penggunaan telepon seluler menjadi sarana pendukung pemerataan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip108
Sumber Data
Badan Pusat Statistik. Diambil dari Sakernas (Survey Angkatan Kerja Nasional)
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Persentase diambil dari penduduk yang memiliki atau menguasai telepon seluler terhadap keseluruhan penduduk.
Menguasai artinya adalah relatif dapat menggunakan secara penuh dan terus menerus. Data diolah dari Susenas.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Jalan dengan Kondisi Baik dan Sedang
Konsep dan Definisi
Persentase jalan dengan kondisi baik dan sedang diukur dari total panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah.
Total panjang jalan dengan kondisi baik mencerminkan keterjangkauan infrastruktur jalan dan aktivitas ekonomi yang lebih lancar. Artinya pertumbuhan ekonomi bisa menjangkau lebih banyak masyarakat.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip109
Sumber Data
Diambil dan dikompilasi oleh Badan Pusat Statistik Buku Statistik Transportasi Darat. Data bersumber dari:
1. Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum
2. Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi
3. Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten/Kota
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Panjang jalan dengan kondisi baik adalah penjumlahan panjang jalan (dalam km2) dengan kondisi baik dan kondisi sedang di suatu wilayah. Jalan yang digunakan adalah kategori jalan nasional saja.
Luas wilayah menggunakan satuan km2 berdasarkan data tahun 2015.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 2.1: KETIMPANGAN
Karena pembangunan ekonomi inklusif harus memastikan adanya pemerataan ekonomi ke seluruh lapisan masyarakat, ketimpangan dari sisi pendapatan, gender, maupun wilayah harus dihapuskan.
Indikator:
Rasio Pendapatan Gini
Konsep dan Definisi
Rasio Gini merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.
Nilai Koefisien Gini berkisar antara 0 - 1. Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama rata, dan bernilai 1 saat 1 individu memiliki seluruh pendapatan sedangkan sisa penduduk tidak memiliki apa-apa (ketimpangan sempurna). Rasio Gini atau juga disebut koefisien Gini didasarkan pada pengukuran luas kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari variabel pendapatan dengan distribusi kumulatif penduduk.
Nilai rasio Gini yang tinggi menggambarkan ketimpangan ekonomi yang juga tinggi.
Di mana
GR : Koefisien Gini (Gini Ratio)
Pi : frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fi : frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i Fi-1: frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i- 1)
Satuan: - dan Kode indikator: ip110
Badan Pusat Statistik
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diambil dari Susenas Modul Konsumsi/Pengeluaran dan Pendapatan Penduduk dan Susenas Kor.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Sumbangan Pendapatan Perempuan
Konsep dan Definisi
Sumbangan pendapatan perempuan merupakan sebuah indikator yang menggambarkan seberapa besar diskriminasi upah yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Sumbangan pendapatan perempuan dihitung dari proporsi angkatan kerja perempuan dikalikan rasio upah perempuan terhadap rata-rata upah.
Semakin tinggi nilai sumbangan pendapatan perempuan, semakin baik dan merata sebuah perekonomian.
Di mana X : Sumbangan pendapatan perempuan
Rasio Wf : rasio upah perempuan terhadap rata-rata upah (W) AKf : Proporsi angkatan kerja perempuan
Sementara
Di mana
W : Rata-rata upah
Wf : Rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki nonpertanian.
Dan Rata-rata Upah didapatkan dari:
Di mana
AKm : Proporsi angkatan kerja laki-laki
Wm : Rasio upah laki-laki terhadap upah laki-laki nonpertanian (bernilai 1)
Satuan: Persen (%) dan Kode indikator: ip111
Sumber Data
Badan Pusat Statistik
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data upah dan angkatan kerja diambil dari Sakernas. Indikator tersebut digunakan sebaga indikator dalam Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang disusun oleh BPS.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Rasio Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Desa dan Kota
Konsep dan Definisi
Rasio rata-rata pengeluaran rumah tangga desa terhadap kota menunjukkan perbandingan rata-rata pengeluaran rumah tangga pedesaan terhadap rumah tangga perkotaan.
Rasio ini juga menggambarkan disparitas antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Angka rasio yang semakin tinggi menunjukkan tingkat pemerataan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
Satuan: rasio dan Kode indikator: ip112
Sumber Data
Badan Pusat Statistik
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Rata-rata pengeluaran rumah tangga desa dan kota diambil dari Susenas Modul Konsumsi/Pengeluaran dan Pendapatan Penduduk dan Susenas Kor. Rata-rata pengeluaran adalah rata-rata pengeluaran per kapita selama sebulan di daerah pedesaan dan perkotaan untuk kelompok makanan dan nonmakanan. Data pengeluaran disajikan dalam Rupiah.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 2.2: KEMISKINAN
Pengentasan kemiskinan merupakan syarat cukup pembangunan ekonomi yang inklusif. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang disertai angka kemiskinan yang tinggi membuat pertumbuhan itu sendiri tidak berkelanjutan.
Indikator:
Persentase Penduduk Miskin
Konsep dan Definisi
Persentase penduduk miskin merupakan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Sementara itu garis kemiskinan merupakan batas pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal kalori yang diperlukan tubuh untuk beraktivitas, ditambah dengan kebutuhan non makanan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transpor, dan kebutuhan pokok lainnya).
Karena data pendapatan tidak tersedia maka dipakai pendekatan data konsumsi/pengeluaran.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip113
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diambil dari Susenas Modul Konsumsi/Pengeluaran dan Pendapatan Penduduk dan Susenas Kor.
Garis kemiskinan dihitung sebagai berikut:
(1) Menghitung rata-rata tertimbang harga kalori yang diperlukan dari 52 komoditas makanan,
(2) Mengalikan harga tersebut dengan 2100 yang merupakan batas kemiskinan makanan per kapita per hari,
(3) Menghitung nilai pengeluaran makanan dan non makanan per kapita, yang dinamakan garis kemiskinan.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Rata-rata Konsumsi Protein per kapita per hari
Konsep dan Definisi
Rata-rata konsumsi protein per kapita per hari adalah jumlah konsumsi protein dari komoditi pangan yang dikonsumsi penduduk di satu wilayah dibagi dengan jumlah penduduk.
Hal ini menunjukkan banyaknya kandungan gizi protein dari komoditi yang dimasak di rumah. Konsumsi protein yang tinggi secara rata-rata dapat menjadi ukuran perbaikan kesejahteraan; keluar dari kemiskinan.
Satuan: gram (gr) dan Kode indikator: ip114
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diambil dari Susenas Modul Konsumsi/Pengeluaran dan Pendapatan Penduduk dan Susenas Kor. Secara teknis, rata-rata konsumsi protein perkapita sehari adalah konsumsi semua anggota rumah tangga selama seminggu dibagi 7 hari dikalikan dengan konversi protein dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 3.1: KAPABILITAS MANUSIA
Perluasan akses dan kesempatan ini ditandai dengan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan sejahtera yang di kemudian hari dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif.
Indikator:
Angka Harapan Lama Sekolah
Konsep dan Definisi
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur- umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.
Sebagai contoh, HLS Indonesia pada tahun 2016 sebesar 12,72 tahun. Artinya, secara rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang pendidikan formal pada tahun 2016 memiliki peluang untuk bersekolah selama 12,72 tahun atau setara dengan Diploma I.
Dimana
HLS : Harapan lama sekolah pada anak usia a di tahun t. FK : Faktor Koreksi Pesantren.
E : Jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t. P : Jumlah penduduk usia i pada tahun t.
i : Usia (a, a+1, ..., n)
Satuan: tahun dan Kode indikator: ip115
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari Susenas. Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Balita yang Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap
Konsep dan Definisi
Indikator ini menggambarkan tingkat pelayanan imunisasi lengkap terhadap balita. Semakin tinggi nilai indikator ini semakin baik program pelayanan kesehatan, dalam hal ini pemberian imunisasi. Balita yang mendapat imunisasi dasar lengkap (PBD) adalah balita yang diimunisasi DPT sebanyak tiga kali, polio sebanyak tiga kali, BCG dan campak. Balita di sini adalah usia anak kurang dari 5 tahun.
dimana, PBD : Persentase balita yang mendapat imunisasi dasar lengkap.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip116
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari Susenas.
Data bisa didapatkan juga dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan
Konsep dan Definisi
Persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan menunjukkan besaran cakupan jaminan kesehatan pada masyarakat. Jaminan kesehatan bersifat sebagai jaring pengaman bagi masyarakat ketika mengalami kendala kesehatan.
Adanya jaminan kesehatan merupakan salah satu indikasi masyarakat memiliki kualitas hidup yang lebih baik karena masyarakat terbantu dalam urusan finansial ketika menghadapi masalah kesehatan.
dimana, JK : Persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip117
Sumber Data
Otoritas Jasa Keuangan
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari Susenas.
Jaminan kesehatan yang dimaksud adalah semua jenis asuransi kesehatan seperti JKN (BPJS Kesehatan), Jamkesmas/Jamkesda, Askeskin, Kartu Indonesia Sehat, asuransi kesehatan swasta/perusahaan.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 3.2: INFRASTRUKTUR DASAR
Akses terhadap infrastruktur yang lebih luas menunjukkan sebuah pembangunan yang sudah lebih merata juga memudahkan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal untuk mengejar laju pertumbuhan ekonomi. Perluasan akses tidak lepas dari ketersediaan infrastruktur dasar yang mapan.
Indikator:
Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Layak
Konsep dan Definisi
Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah perbandingan antara rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum berkualitas (layak) dengan rumah tangga seluruhnya. Indikator ini digunakan untuk memantau akses penduduk terhadap sumber air berkualitas berdasarkan asumsi bahwa sumber air berkualitas menyediakan air yang aman untuk diminum bagi masyarakat. Air yang tidak berkualitas adalah penyebab langsung berbagai sumber penyakit.
Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung.
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip118
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari Susenas.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Persentase Rumah Tangga dengan Fasilitas Tempat Buang Air Sendiri
Konsep dan Definisi
Proporsi rumah tangga dengan fasilitas buang air sendiri adalah perbandingan antara rumah tangga memiliki fasilitas buang air sendiri dengan rumah tangga seluruhnya. Ketersediaan fasilitas buang air dalam rumah tangga merupakan salah satu dari syarat sanitasi yang layak.
Sanitasi yang layak merupakan salah satu indikator kelayakan hidup serta kesejahteraan.
sanitasi : Persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air sendiri
Satuan: persen (%) dan Kode indikator: ip119
Sumber Data
Badan Pusat Statistik Nasional
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari Susenas.
Fasilitas buang air sendiri dapat berupa jamban/toilet.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
SUB-PILAR 3.3: KEUANGAN INKLUSIF
Institusi keuangan memiliki fungsi intermediasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka akses terhadap institusi keuangan yang lebih luas mampu memastikan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang inklusif.
Indikator:
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Usia Produktif
Konsep dan Definisi
Rasio jumlah rekening dana pihak ketiga (DPK) terhadap penduduk usia produktif adalah pembagian jumlah total rekening DPK perbankan terhadap jumlah penduduk dewasa (usia di atas 15 tahun).
Indikator ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat penggunaan produk dan jasa keuangan yang merupakan salah satu dimensi keuangan inklusif.
Rasio DPK : Rasio Dana Pihak Ketiga
Satuan: - dan Kode indikator: ip120
Sumber Data
Otoritas Jasa Keuangan/Bank Indonesia.
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari LBU (Laporan Bulanan Bank Umum) dan LKBU (Laporan Kantor Pusat Bank Umum).
Yang termasuk Dana Pihak Ketiga adalah rekening deposito, giro, dan tabungan).
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Disagregasi
Nasional, Provinsi, Kab/Kota.
Rasio Kredit Perbankan UMKM
Konsep dan Definisi
Rasio kredit perbankan UMKM adalah perbandingan antara jumlah rekening kredit perbankan yang disalurkan untuk pembiayaan kegiatan UMKM terhadap total rekening kredit perbankan seluruhnya.
Semakin banyak kredit perbankan yang tersalurkan untuk kegiatan UMKM menunjukkan pembangunan ekonomi yang sudah memperluas kesempatan bagi pengusaha skala kecil atau kelompok masyarakat di kelas pendapatan yang lebih kecil.
Satuan: - dan Kode indikator: ip121
Sumber Data
Otoritas Jasa Keuangan/Bank Indonesia.
Cara Pengumpulan dan Karakteristik Data
Data diolah dari LBU (Laporan Bulanan Bank Umum) dan LKBU (Laporan Kantor Pusat Bank Umum). Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut,
UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
Kredit UMKM didasarkan pada definisi plafon, yaitu:
(1) kredit mikro dengan plafon s.d Rp50 juta,
(2) kredit kecil dengan plafon lebih dari Rp50 juta - Rp500 juta, dan
(3) kredit menengah dengan plafon lebih dari Rp500 juta - Rp5 miliar.
Data disediakan pada level provinsi (34) dan nasional (Indonesia) tahun 2011- 2017.
Pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah.
Jalan Taman Suropati No.2
Jakarta 10310
+62 21 3193 6207 / +62 21 3145 374 (Fax)
inklusif@bappenas.go.id
http://www.inklusif.bappenas.go.id